Strategi Pembelajaran Pemecahan Masalah

PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI PEMECAHAN MASALAH

A.    Dapatkah Pemecahan Masalah Diajarkan

Tujuan utama lembaga pendidikan adalah pengembangan kemampuan berpikir.  Tetapi apa sebenarnya yang dimaksud pengembangan kemampuan berpikir.? Salah satu interpretasi dari hal tersebut adalah siswa mampu memecahkan masalah dengan efektif. Kita berharap bahwa ketika siswa menghadapi masalah baru , mereka mampu mengatasinya.

Kemampuan memecahkan masalah menunjukkan bahwa orang tersebut adalah “educated mind” . Dalam pemecahan masalah tidak hanya semata-mata perlu kemampuan mengingat, tetapi siswa butuh kemampuan memecahkan masalah dengan cepat. Oleh karena itu penulis buku ini mengembangkan empat strategi pemecahan masalah.

B.    Apa yang menyebabkan program pemecahan masalah efektif?

Anda mungkin heran ternyata bahwa kemampuan otak (IQ) dapat ditingkatkan. Ini pendapat dari Flynn (1998) yang telah mengadakan penelitian skor IQ 20 puluh negara-negara industri di seluruh dunia. Temuan-temuan Flynn sering disebut “ Flynn effect”. Skor IQ negara-negara yang telah diselidiki ternyata hasilnya meningkat.. salah satu contohnya adalah Amerika Serikat, dalam kurun waktu tahun 1918 – 1995 skor rata-rata IQ di Amerika Serikat ada kenaikan 25 point.Flynn menyimpulkan bahwa variabel lingkungan mempunyai pengaruh besar. Martinez melengkapi data tambahan bahwa pengalaman pendidikan dapat mempengaruhi IQ, dia juga menyebutkan bahwa pendidikan sebagai alat untuk mengasah kemampuan otak.

Apabila Anda diminta untuk merencanakan program pembelajaran yang bertujuan meningkatkan kemampuan otak, Anda perlu memerlukan hal-hal ini: Apa yang perlu diajarkan?, Bagaian mana saja yang perlu diajarkan?, Bagaimana cara mengajarkan?, dan Kapan proses pembelajarannya?.

Issue                                                 Alternatives

1.    Apa yang diajarkan?            Kemampuan berpikir tunggal atau

Kemampuan berpikir jamak

2.    Bagian mana saja                Secara umum atau khusus

Yang perlu diajarkan?

3.    Bagaimana mengajarnya?   Fokus pada produk melalui penghar-

bagi yang menjawab benar atau

pada proses yang mana siswa bela-

jar model.

4.    Kapan pembelajarannya?    Setelah kemampuan dasarnya

diukur atau sebelumnya.

 

 

 

 

 

C.   Apa yang perlu diajarkan: Kemampuan Tunggal atau Kemampuan  majemuk

Menanyakan kembali tentang kecerdasan itu tunggal atau majemuk Ini merupaka isu yang paling menarik apakah manusia memiliki “single intellectual ability (single intelligence theory) atau “ many smaller skills yang membentuk kecerdasan seseorang (cognitive skills theory). Perbedaan  antara kecerdasan tunggal dan kecerdasan majemuk dimulai sejak Galton (1883) dan Binet (1911/1962) mengadakan pengukuran tentang kecerdasan manusia.

Galton (1883) merupakan orang pertama yang berpendapat bahwa fungsi kecerdasan tergantung dari kemampuan mental tunggal yang disebut “ human faculty” . Sayangnya Galton tidak berhasil ketika menghubungkan antara kecerdasan tunggal dengan prestasi belajar siswa. (Stemberg,1990).

Binet (1911/1962) merupakan orang pertama yang berpendapat bahwa kecerdasan – kemampuan belajar – tergantung dari proses kecerdasan majemuk dan dapat juga menunjukkan bahwa kecerdasan itu dapat diukur. Berdasarkan study yang dilaksanakan di Perancis terhadap perbedaan kecerdasan siswa, Binet beragumentasi bahwa:

Kecerdasan bukan sesuatu yang mudah dipahami  . …. Tetapi kecerdasan

dibentuk dari kombinasi dari semua bagian-bagian kecil  . .. ..semua dapat

dibuktikan seperti benda yang lentur yang dapat dikembangkan. Dengan

latihan, membangkitkan rasa ingin tahu, dan dengan metode tertentu,

seseorang dapat meningkatkan perhatian, daya ingat dan keterampilan

pemecahan masalah.

Jika Anda setuju dengan pendapat Binet bahwa kecerdasan seseorang berdasarkan kombinasi beberapa kecerdasaan yang dapat diidentifikasi dan diajarkan. Pendapat yang lebih jelas diungkapkan oleh Gardner (1983,1999) bahwa manusia memiliki kecerdasan majemuk, yakni kecerdasan linguistik, kecerdasan musik, kecerdasan logika atau matematika, kecerdasan olah raga dan kecerdasan personal

Polya’s Teaching of Problem Solving sangat berpengaruh bagi guru-guru matematika, dalam bukunya yang berjudul “How to solve it” menawarkan empat langkah untuk pemecahan masalah, khususnya untuk matematika.

1.    Memahami masalah.

2.    Membuat perencanaan.

3.    Melaksanakan program.

4.    Melihat kembali prosesnya.

D.   Kriteria 1. Ajarkan component skill  dari pada a single monolithic ability. Contohnya, pemecahan masalah dapat dibagi-bagi menjadi strategi pemecahan masalah individual dan dapat juga diajarkan.Pelatihan pemecahan masalah termasuk pembelajaran component pemecahan masalah yang biasanya bervariasi tergantung dari mata pelajarannya.

E.    Bagian mana saja yang perlu diajarkan?

Berkaitan dengan isu kedua apakah strategi pemecahan masalah merupakan sesuatu yang umum atau spesifik.Implikasi dari hal tersebut adalah pembelajarn pemecahan masalah merupakan mata pelajaran tersendiri atau diintergrasikan pada mata pelajaran?

Spearman (1927) telah menemukan beberapa bukti bahwa semua jenis tes saling berhubungan (g-faktor) dan tes-tes tertentu mempunyai hubungan sangat baik.(s-faktor).Kemudian Thurstone (1938) mengadakan penelitian tentang kecerdasan dengan menggunakan analisis statsitik yang lebih canggih dan menemukan bahwa kecerdasan tertentu berhubungan dengan kemampuan tertentu, kemampuan matematika hanya berhubungan dengan materi yang berhubungan dengan matematika.

Penelitian Groot (1965) membandingkan pemain catur yang sudah mahir dengan yang pemula. Pemain catur lebih baik bila mengingat hal-hal yang sifatnya sudah menjadi kebiasaannya. Tetapi untuk hal-hal yang sifatnya baru antara pemain catur mahir dan pemula tidak ada perbedaannya.

F.    Kriteria 2: Ajarkan domain khusus. Tentang bagian mana saja yang perlu diajarkan merupakan hal yang kontraversial, tetapi penulis menyarankan berdasarkan penelitian-penelitian.,Ajarkan pemecahan masalah tertentu yang kira-kira berhubungan dengan masalah yang akan dihadapinya. Tidak ada bukti satu pemecahan masalah mata pelajaran tertentu memiliki hubungan dengan mata pelajaran lainnya.

G.   Bagaimana Mengajarkan keterampilan pemecahan masalah?

Orientasi proses atau  orientasi hasil. Pertanyaan yang ketiga dalam bab ini yang telah ditulis pada awal bab ini yang berhubungan dengan isu ini bagaimana mengajarkan siswa dengan memberikan banyak latihan sehingga dapat menjawab dengan benar atau mengajarakan siswa dengan pemahaman proses menjawab suatu masalah.” Kita sebaiknya mengajar siswa bagaimana proses berpikir atau sekedar apa yang harus kita pikirkan. Lockhead dan John Clement (1979) telah menulis buku dengan judul “Cognitive Process Instruction” mereka berpendapat bahwa saat ini guru masih menekankan pada pada hasil daripada proses.

Pembelajaran Pemecahan Masalah yang ditulis oleh Bloom dan Border merupakan salah satu buku yang berisi tentang study pemecahan masalah, ini merupakan program yang diperuntukan untuk pengembangan keterampilan pemecahan masalah mahasiswa Universitas Chicago. Mereka mengadakan penelitian terhadap dua kelompok mahasiswa, yakni kelompok model dan kelompok remedial. Kelompok model telah berhasil lulus dalam suatu tes.Blom dan Border kemudian mengadakan program pelatihan tentang strategi pemecahan masalah.

Tentang apa yang seharusnya diajarkan pada siswa Bloom dan Border (1995) membedakan:

Hasil Pemecahan masalah – merupakan jawaban yang benar dari suatu

Masalah.

Proses pemecahan masalah –  merupaka proses bagaiman seseorang

Memecahkan masalah.

Dalam penelitihannya menunjukkan bahwa miskipun kelompok model dan kelompok remedial dapat menjawab pertanyaan dengan benar tetapi kelompok remedial menggunakan strategi pemecahan masalah yang pernah mereka hadapi dalam pelatihan.

H.   Kriteria 3. Fokus pada proses pemecahan masalah. Peneliti menyarankan bahwa metode untuk pembelajaran pemecahan masalah sebaiknya mementingkan langkah-langkah proses pemecahan masalah bukan pada hasil dari pemecahan masalah.

I.      Kapan Strategi pemecahan masalah diajarkan

Pertanyaan yang terakhir adalah kapan kita mengajar keterampilan berpikir tingkat tinggi setelah keterampilan berpikir tingkat dasar dikuasahi (prior automatization theory). Menurut pandangan prior automatization, keterampilan dasar harus dihafalkan dengan baik dan tidak perlu membutuhkan pemikiran yang berat. Contohnya, siswa seharusnya mampu membaca huruf-huruf dengan cepat tanpa ragu-ragu sebelum mereka sampai membaca pemahaman. Dengan cara seperti ini, mereka dapat menggunakan pikiranya untuk keterampilan berpikir tingkat tinggi.

Apa yang salah dengan prior automatization? Ini maksudnya bahwa sekolah-sekolah khususnya sekolah dasar, siswanya belajar tanpa makna sehingga mudah lupa. Sebaliknya pandangan constraint removal view, siswa dapat langsung ke keterampilan berpikir tingkat tinggi walaupun mereka belum menguasai keterampilan dasar Dengan bantuan secukupnya siswa mampu menguasai keterampilan berpikir tingkat tinggi.

J.    Kriteria 4. Ajarkan keterampilan tingkat tinggi lebih awal daripada terlambat. Ringkasnya, ada bukti-bukti yang berkembang yang mendukung pembelajaran tingkat tinggi lebih dahulu.

 

K.    Implikasi terhadap pembelajaran pemecahan masalah

1.    Ajarkan pemecahan masalah dengan cara membagi beberapa komponen yang harus dikuasai siswa daripada keterampilan monolithic

2.    Ajarkan komponen tertentu saja yang akan berhubungan dengan masalah yang akan dihadapinya.

3.    Pembelajaran sebaiknya focus pada tahapan-tahapan pemecahan masalah bukan pada hasil.

4.    Ajarkan keterampilan tingkat tinggi lebih dahulu walaupus siswa belum menguasai keterampilan dasar.

 

 

Tentang gun4w4nseti4di

I am a headmaster
Pos ini dipublikasikan di pendidikan. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar